Aku hanya seseorang yang sama di
Negeriku, Indonesia. Mahasiswa yang beranjak menjadi orang dewasa. Mencoba lebih
kritis dengan pikiran dari pada hanya bermain dengan handphone ditangan. Hari
ini setelah lama di kota orang, aku berada di kereta api menuju kampung halaman.
Dalam pandanganku keluar, saat itu masih jelas aku ingat, kereta dahulu sungguh benar-benar ramai. Banyak penjual makanan hilir mudik menawarkan dagangannya
dengan suara yang menarik. Mulai dari makanan ringan hingga makanan berat yang
masih tergolong sangat murah. Makanan, mainan, buku, peralatan, penyanyi kereta
dan orang yang memberikan jasa membersihkan ruang-ruang kereta. Tak jarang
mereka memaksa dan begitulah usaha mereka mendapat beberapa uang untuk bisa
hidup. Di dunia ini banyak orang yang jujur dan sebaliknya, tapi sebagai
manusia yang sama tidak sopan rasanya menghakimi seseorang lainnya. Jalan yang
mereka pilih masing-masing tidak ada yang tau mengapa. Mungkin karena tuntutan
hidup dan kejam nya dunia.
Negeriku Indonesia, sepanjang
jalan aku disuguhi pemandangan sawah, jejalanan, sampah, pohon, dan rumah-rumah
dari yang mewah hingga rumah kecil yang sederhana. Di sanalah mereka hidup,
tidur diantara sampah-sampah yang dikumpulkan untuk mendapatkan uang. Di balik
jalan yang bersih, dibalik tembok itu ada kehidupan disana. Sedang disisi lain
rumah besar yang begitu mewah. Inilah negeriku. Tembok yang membatasi mereka,
beginilah negeriku.
Saat ini kereta begitu rapih,
semua bersih bahkan penjual tidak lagi hilir mudik di ruang-ruang kereta api.
Hanya beberapa pelayan kereta api yang membawa nampan. Membawa nasi, jajanan
dan minuman juga bantal. Semua rapi dan teratur. Semua di cek dengan benar. Tapi
apa hanya aku yang merindukan keramaian yang selalu tidak bisa membuat tidur
itu? Apa hanya aku yang berpikir kemana perginya mereka sekarang mencari makan?
Aku menyukai keamanan ini, hidup dengan nyaman dan teratur aku pun suka. Aku salut
dengan pemerintah yang menjaga keamanan penumpangnya.
Gerbong yang bersih, aturan
tempat duduk yang tepat suasana yang nyaman. Perjalananku tidak terbilang
singkat, sering kali aku menaiki kereta menahan lapar, kalau benar-benar
kepepet baru aku membeli makanan yang ditawarkan. Aku hanya seorang mahasiswa,
suka mencari makanan mengenyangkan dan murah ya sesuailah dengan uang di kantong.
Dalam waktu 12 jam perjalanan, aku memilih menunggu sampai stasiun Gubeng untuk
keluar mencari penjual makanan diluar pagar stasiun. Kalau sedang sial, mereka
tidak ada disana entah sudah diusir atau memang sedang berjualan ditempat lain.
Akhirnya aku memilih makan lebih lama sampai nasi yang ditawarkan habis dan
berubah menjadi semangkok-semangkok pop mie dengan bonus segelas teh atau
minuman mineral.
Negeriku Indonesia, aku dan
mereka semua bagian darimu. Kemana perginya mereka semua? Yang aku pikirkan
sedari tadi. Mengapa aturan dan hidup mereka rakyat kecil tidak bisa hidup
beriringan dan berdampingan akur. Mengapa selalu ada yang disisihkan dan
memilih berjuang seorang diri. Memang seperti inilah hidup, begitu kan? Sesekali aku
berandai-andai, gerbong kereta bersih, aman dan nyaman. Tapi masih bisa kudengar
jelas suara khas penjual-penjual itu atau sebuah
tempat-tempat makan dalam stasiun seperti di Lempuyangan kota Yogyakarta yang
damai. Sesekali melihat beberapa penumpang memesan dari kejauhan atau berlari
selama kereta api berhenti untuk membeli nasi dan beberapa makanan. Itu hanya
perihal ku berandai… Negeri Indonesia yang bisa berdamai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar